Sam Faizal, Omzet outlet di Jalan Sulfat trend nya sedang turun, bagusnya diberi promo apa ya Pak agar naik lagi omzetnya?
.
Itulah sepenggal diskusi dengan tim nya klien pada zaman jahilliyah. Saya faham betul, sang anggota tim ini tidak bertanya dengan sendirinya. Pertanyaan ini, tentu saja merupakan perpanjangan pertanyaan dari ownernya, dari meeting internal yang telah digelar sebelumnya. Dari studi kasus inilah, di kalangan konsultan pemasaran iMARKS lahir istilah : Promo Panik. Sebuah promo yang lahir dari situasi penjualan yang kurang baik, untuk kemudian ditambal dengan sebuah program promosi jangka pendek, agar omzet kena denyut dan terangkat sesuai dengan target yang ditentukan.
.
Sifat promonya begitu dadakan dan cenderung sporadis, asal omzet balik naik lagi aja. Ke depan, kalau omzet menurun lagi, ya dikasih promo lagi, semacam pain-killer atau morfin pereda rasa sakit sementara saja. Pendekatan ini cukup berbahaya, karena secara prinsip, tidak menyelesaikan secara utuh menyeluruh masalah yang menjadi pemicunya. Pendekatannya adalah menggunakan secara ekstrim sifat dari hormon endorfin, masks-physical-pain, alias menutup rasa sakit secara sementara, menanggulangi gejalanya, tidak menguraikan masalahnya. Resiko dari penggunaan endorfin adalah, perilaku ini berpotensi adiktif, bikin ketagihan, mintanya lagi, lagi, dan lagi.
.
Hayo ngaku, siapa pelakunya? Bisa jadi Anda, wabil khusus ya Saya. Karena memang, ini umum digunakan, dalam carut marut dunia UKM, boleh dibilang ini malah jurus andalan, karena tak perlu analisis mendalam, mikirnya endek-endek an alias dangkal dangkal saja, asal selamat hari ini, agar besok dapat jualan lagi.
.
Lebih khusus, promo panik ini akan semakin menarik hati untuk dieksekusi, saat omzet lagi turun, dan kompetitor kok ya ndilalah bikin promo, maka, rasanya kurang afdhol kalau kita nggak bikin promo juga. Jatuhnya jadi double-combo, promo panik yang latah. Lebih dalam lagi pembahasan, dalam promo panik ini, biasanya diskon jadi andalan. Pikiran yang tertanam, diskon ini seperti jadi obat segala penyakit kecuali kematian, wkwkwk, memangnya habattus-sauda? Heeemtalah!
.
Omzet turun? Diskon!
Pembelian melemah? Diskon!
Awal bulan? Diskon!
Akhir bulan? Diskon!
Mempan gak mempan? Diskon!
.
Dikira kalau diskon, jadi rame, laris, happy problem? Padahal bisa jadi kalau rame, bukannya happy problem, yang ada malah problem beneran 😘
.
Para laperpreneur juga berada dalam kondisi yang tidak jauh berbeda, panik kalau biasanya rame lalu mendadak sepi, apalagi yang seumur-umur nggak pernah rame, adanya sepi dan kemudian sepi. Ntar alasannya yang dapat kiriman nganu, dapat serangan anu, atau dapat serbuan yang begitu-begitu.
.
Astaghfirullah, malah meluber kemana-mana, komplet! Gagal mengidentifikasi masalah, nyalahin garam segenggam dan taburan tanah, omzet terus melemah, promo panik juga tidak bikin target omzet pecah.
.
Pertanyaannya, apa para perusahaan besar mikirnya begitu ya? Pas omzet menukik mereka baru panik? Atau justru lebih matang rencana, lebih terkelola, rapi meeting tahunan, triwulan, rapat bulanan, sehingga aneka rencana terbahas dengan tuntas? Beda kelas memang, dan kalau UKM dikasih tau yang begini, biasanya ngeles dengan kalimat sakti : Hla Kami kan UKM? Semacam sebuah posisi diri mengamini keterbatasan dan minta diberi toleransi, agar tetap begitu-begitu saja, bukan karena gak ada cara, namun justru karena menutup diri meski sebenarnya ada tersedia aneka cara.
.
Bukan tipe kliennya iMARKS itu, karena susah diajak tumbuh, padahal laperpreneur yang gandengan sama iMARKS, energi dan semangatnya adalah salam pertumbuhan