Kalau di Malang, pelopor Grand Opening dengan porsi makan gratis adalah brand kuliner agresif bernama : Ayam Goreng Nelongso. Ownernya, Nanang Suherman adalah makhluk paling simpel dan pragmatis yang pernah Saya temui di muka bumi sampai sejauh ini. Masih nyambung dengan tulisan sebelumnya, kalau judulnya sudah gratis, maka apa yang lebih ultimate dari itu?
.
Di belahan bumi yang lain, dalam wawancara yang dilakukan oleh Guru Saya, Mas “Siwo” Yuswohady mewawancarai Rex Marindo Founder CRP dan Warunk Upnormal serta beberapa grup kuliner lain, yang juga pernah menerapkan program : Makan Gratis di opening Nasi Goreng Mafia. Di Surabaya, Laziza yang dipimpin oleh Cak Yudha Setiawan, juga lihai dengan program Makan Gratis Bayar Pakai Doa dalam rangkaian program openingnya. Di Samarinda, Datang Bawa Jari Pulang Bawa Roti ulahnya Roti Gembong Juanda dengan Juni Ananda sebagai ownernya, sudah dikenal cukup luas dan dinanti oleh konsumennya.
.
Bagi-bagi porsi gratis, apa nggak rugi itu usaha kulinernya? Jadi kepo, sebenarnya ini usaha komersial atau gerakan sosial sih?
.
Banyak yang penasaran, bahkan di Makassar, ada pebisnis kuliner yang tak tahan untuk bertanya, apa setiap promosi yang kita lakukan harus bagi-bagi gratisan? Kalau terus terusan begitu, bagaimana bisnis Kami bisa bertahan?
.
Ada tiga poin yang perlu kita cermati agar punya pondasi pemikiran untuk melaksanakan promo jenis ini. Oke, poin pertama dapat kita perdalam dulu : bukan terkait promonya, namun kita pahami dulu tujuannya. Umumnya, promo porsi gratis dapat dimuat dalam beberapa tujuan : grand opening, re opening, dan rilis menu baru, ulang tahun brand atau outlet, atau hari jadi kota dimana outlet berada. Tujuannya? Dapat ditebak, menciptakan crowd, menghadirkan hype, dan mendorong traffic. Sebuah outlet yang ramai, apa persepsinya? Ya kalau mggak produknya enak, berarti valuenya sepadan, kalau enggak, mana mau orang berdesak desakan? Persepsi ini yang secara sengaja memang di konstruksi.
.
Poin kedua, perlu kita amati terkait siapa yang disasar? Everyone is not your customer kalau katanya Seth Godin, begitu pula ketika kita menggelar promo porsi makan gratis ini. Percuma rame dan meriah kalau yang datang tidak sesuai dengan segmen market yang kita sasar. Percum tak bergun, bukannya berdampak positif, adanya justru negatif. Cermat dalam menyasar segmen market ini, akan memiliki kaitan erat dengan cara distribusi informasi mengenai promosi porsi gratis kita. Pasang banner di outlet agar yang lewat = yang lihat? Posting di media sosial agar menjangkau para netizen? Atau justru menyebar voucher fisik langsung pada prospek? Bisa juga mendistribusikan voucher digital melalui jaringan data konsumen langsung ke nomor WA nya
Percayalah, cara distribusi informasi promosi ini akan memiliki korelasi yang sangat kuat dengan siapa yang datang dan menggunakan. Pastikan yang disasar memuat unsur : a. Punya Kebutuhan/Keinginan/Kemauan, b. Punya Kemampuan alias Daya Beli, c. Mengambil Keputusan Dengan Cepat dan Mengkonfirmasi Kesanggupan. Hal ini penting juga agar kita mampu melakukan proyeksi atas animo dan serbuan konsumen saat promosi dilaksanakan.
.
Poin ketiga, adalah : Syarat dan Ketentuan. Pastikan syarat dan ketentuan jelas tertera, detail dan tidak bias. Faktor ambiguitas dan multi persepsi akan memicu resiko perdebatan yang akan muncul antara konsumen dengan petugas operasional kita di outlet. Berapa porsi? Menu apa? Di outlet mana? Jam berapa sampai jam berapa? Harus ngapain dulu? Isi formulir? Follow akun instagram? Selfie dulu? Perlu dipersiapkan dengan seksama. Aspek penting lain, ketika bagi bagi porsi gratis, rancang juga skenario produk gendongan yang dilibatkan. Gratis makan, tentu kasir nawari untuk beli minumnya dong? Gratis lauk, malah bisa menawarkan nasi dan minumannya. Gratis minuman? Makanan apa yang ditawarkan untuk dibeli? Ini tidak kalah penting selain gembar gembor gratisan yang dibagikan.
.
Mulai paham ya? Sehingga traffic didapat, crowd dipicu, kesiapan operasional diuji saat ada serbuan pembelian, sehingga banyak hal bisa diaktifkan dengan promo menu gratisan ini. Jadi jangan cuman fokus bagi bagi gratisan tanpa perencanaan ya, adanya nanti justru mengundang para promo hunter yang cuman doyan gratisannya, nggak mau beli yang berbayarnya, duh, pantesan berkali bikin promo gratis porsi, tapi yang beli tetap segini segini, jangan jangan ngasih umpannya disamber sama ikan yang salah.
.
Satu hal yang penting, Guru Saya bilang, bikin restoran rame sejak awal buka itu memang perlu ongkos, namun percayalah, ongkosnya akan jauh lebih kecil jika dibandingkan ongkos bikin rame restoran yang sudah terlanjur sepi, karena persepsinya sudah kadung terbentuk. Hayo, mau pilih yang mana? Selanjutnya terserah Anda.
.
Salam Pertumbuhan!
Faizal Alfa
PT Fortuna iMARKS Trans
Marketing Development Partner