Memangnya kalau aset digitalnya bagus, omzetnya pasti naik? Itulah pertanyaan dasar yang umum muncul ketika bincang riang dengan para owner bisnis kuliner, para LaperPreneur.
.
Pertanyaan ini lumrah mengemuka, dapat dipahami sepenuhnya. Membangun aset digital itu memang tidak bisa dibilang murah. Ketika bisnis kulinernya berjumlah kurang dari 6 outlet, maka percayalah, bahwa membangun aset digital itu tak hanya berat, namun bikin nafas tersengal-sengal serasa tercekat.
.
Kuncinya adalah : Pilih dan Fokus pada aset digital yang memang memiliki potensi dampak terbesar, dengan melibatkan sumberdaya yang paling kecil, sesuai level dan kapasitas bisnisnya. Contoh sederhana, restoran yang baru mulai, paling tidak akun instagram punya, ada, dan dikelola dengan seksama. Kalau sudah banyak cabangnya? Lumrah saja saat memiliki website, channel YouTube sendiri, bahkan aplikasi mobile sendiri di Android dan Apple Store.
.
Aset digital erat kaitannya dengan : Website, Media Sosial, Instant Messenger, dan Mobile Applications. Website adalah salah satu aset digital penting, terutama untuk kebutuhan menjaring calon mitra dan partner untuk berkontraksi dan ekspansi. Media sosial adalah alat handal untuk menjangkau dan berkomunikasi dengan konsumen maupun prospek. Facebook, Instagram, YouTube, Twitter adalah beberapa media sosial yang handal dan bisa digunakan. Instant Messenger sering diasosiasikan dengan kolam yang kita buat untuk berkomunikasi langsung dengan konsumen. WhatsApp, Line, Telegram, adalah pilihan utama dalam menjalin interaksi ini, atau, ada yang masih pakai BBM? 😘😘😘. LaperPreneur yang lebih canggih lagi, secara custom membuat mobile applications sendiri, sebagai tanda dan kesiapan bahwa bisnisnya melek digital dan berupaya keras mengikuti perkembangan teknologi.
.
Jadi, aset digital mana yang sudah dimiliki? Sudah dikelola dengan serius? Menentukan target pertumbuhan? Merancang rencana? Melaksanakan tindakan tindakan yang direncanakan? Melakukan evaluasi dan peningkatan berkelanjutan?
.
Kalau bicara pertumbuhan aset digital, pastikan memberi perhatian pada 3 hal penting. Ketiganya saling terkait dan saling melengkapi, dan perlu dikelola dengan serius. Ketiganya adalah : Campain – Content – Activation.
.
Campaign
Berbicara tentang apa pesan intinya? Core of the core kalau katanya Pak Ndul. Menyusun sebuah campaign di media sosial tentu perlu pemahaman utuh mengenai siapa konsumen yang dibidik, dengan siapa berkompetisi, dan apa added value yang dimiliki oleh bisnis kuliner kita. Suatu waktu Nelongso pernah membuat campaign : Karma Itu Nyata, SayapGrak pernah membuat campaign : Adu Cepat Adu Kuat Makan 1.000 Sayap, Roti Gembong Juanda pernah membuat campaign : Datang Bawa Jari Pulang Bawa Roti. Apa campaign bisnis kuliner Anda?
.
Content
Setelah campaign dibuat, konten menjadi kemasan dan bahasa penyampaian. Kreatifitas dan inovasi adalah lokomotif dalam upaya membuat konten. Membuat flyer, poster, foto, audio, video, motion graphic adalah opsi yang dapat dipilih. Tim produksi yang kuat adalah koentji dalam proses ini. Kita sering menyebut tim ini sebagai : content-creator. Ada beberapa LaperPreneur yang mengambil langkah maju dengan menginstall tim internal yang dedicated dalam urusan produksi, ada juga yang memilih langkah yang lebih hemat, by request dengan menggandeng vendor.
.
Activation
Percuma konten seru kalau nggak ada yang tahu, benar kan? Umpamakan saja ada brosur yang sangat bagus, tersedia 10.000 lembar, tapi hanya disebarkan sebanyak 10 lembar. Apa jebakan betmen nya? Baik disebarkan 10 lembar atau disebarkan semua sebanyak 10.000 lembar, kalau ditanya : apa brosurnya sudah disebarkan, pasti jawabannya adalah : sudah! Apakah bakalan sama hasilnya? Pasti tidak! Beda jelas beda tegas, distinctively different!
.
Aktivasi adalah seberapa tinggi impresi, seberapa luas jangkauan, seberapa dalam intensi yang diperoleh atas sebuah campaign yang dituangkan dalam aneka content. Salurannya? Tentu audience internal yang meliputi tim internal kita, dan audience eksternal yang meliputi konsumen dan masyarakat luas.
.
Memiliki owned media jadi andalan, setiap website, media sosial, instant messenger, mobile apps, adalah saluran aktivasi. Paid-media adalah jalur berikutnya, menggandeng media partner berbayar adalah salah satu variannya, tentu menggunakan fitur iklan berbayar dari media sosial juga masuk dalam kategori ini.
.
Salah satu yang tidak kalah seru adalah earned media, yakni ketika kita mampu melibatkan konsumen kita untuk turut aktif terlibat dalam penyebarluasan campaign yang kita tentukan melalui konten yang kita produksi. Syaratnya, tentu memuat unsur virality atau contagiousity seperti dibedah oleh Jonah Berger dalam buku : Contagious – Why Things Catch On, dengan rumus STEPPS nya. Apa itu STEPPS? Ini merupakan akronim dari : Social Currency – Triggers – Emotions – Public – Practical Values – Stories. Di googling sendiri ya lengkapnya.
.
Fiuufh, kompleks juga ya membahas mengenai pertumbuhan aset digital? Beberapa klien yang didampingi oleh iMARKS dalam perancangan Marketing Development Programnya, bahkan menginstall hingga belasan orang dan puluhan juta anggaran belanja untuk bermain lebih serius dalam perlombaan aset digital ini. Sementara sebagian besar LaperPreneur yang belum sadar suasana, masih santai saja mengelola aset digitalnya sendiri, dengan disambi-sambi, upload se sempatnya, dengan konten seadanya, dan pengelolaan yang alakadarnya, #AahSudahlah….
.
Salam Pertumbuhan!
Faizal Alfa
PT Fortuna iMARKS Trans
Marketing Development Partner