Pahami Digital Assets
.
Twitter itu mainan, Youtube itu hiburan, Facebook itu bercandaan, Instagram itu gaya gayaan. Apalagi hayo, media sosial yang dikenal? Kalau website, apa bedanya sama media sosial? Kalau bisnisnya B2B, biasanya memang website jadi ujung tombak dalam eksistensi digital. Menjadi aneh memang, kalau bisnisnya B2B, tapi tidak memiliki website sebagai representasi dari wajah perusahaan. iMARKS sendiri, pada dasarnya adalah B2B, makanya, websitenya di www.imarks.co.id lumayan buat mampir, karena insyaAllah selalu ada tulisan baru yang gratis diakses mengenai marketing, kebanyakan berupa studi kasus. Kalau bisnisnya B2C? Jelas media sosial jadi amunisi handal. Sudah punya aset digital apa saja? Rapi terdata?
.
Masalah klasik dalam urusan aset digital adalah : akses. Karena dianggap sampingan dan mainan, kerap terjadi, aset digital dibuat dengan memberi perintah pada karyawan yang dianggap agak melek teknologi. Akses seperti email, nomor yang digunakan, password yang disusun, biasanya ya yang paham karyawan yang diberi perintah. Aman saja sih, tidak ada masalah, sampai biasanya agak kerasa ketika negara api menyerang, eh, maksudnya ketika terjadi hal-hal di luar skenario, misalnya sang karyawan mengundurkan diri dari pekerjaannya, kabur, atau sesepele HP nya hilang atau rusak, dan akun-akun yang dibuat tidak dicatat dan tidak dapat diakses kemudian. Perusahaan jadi sedih? Enggak juga sih, toh kan dianggap mainan, artinya kemudian kru baru yang gagal menemukan aksesnya, disuruh bikin akun baru, meskipun juga nanti berulang begitu, ilang lagi, bikin lagi, nggak pernah berkelanjutan, kan medos itu cuman mainan.
.
Tulisan ini Saya buat saat sedang berada di Makkah. Disini, untuk masuk ke Masjidil Haram, ada total 120 pintu berbeda yang tersedia. Kenapa dibuat pintu sebanyak itu? Karena sumber datangnya jamaah yang juga berasal dari berbagai arah, dan banyak secara jumlah. Logika yang sama juga melekat ketika berbicara mengenai aset digital. Setiap website atau media sosial yang kita gunakan, pada prinsipnya adalah pintu atau channel, darimana konsumen berasal. Makin banyak pintu, makin mudah konsumen masuk dari berbagai arah, tapi ingat, bikin pintu adalah satu urusan, rawat pintu urusan lain, optimalisasinya, pekerjaan yang berbeda juga. Intinya, jangan mikirnya berhenti di : bikin akun saja. Kalau cuman urusan itu, 15 menit juga beres, gratis pula, lalu dipenuhi sarang laba-laba. Kelakuan siapa ini hayoh? 😇
.
Jadi, aset digital apa yang perlu dibuat? Stop dulu, sebentar, kayaknya pertanyaannya keliru deh! Mulailah dengan identifikasi : Siapa segmen market yang disasar? Dan kemudian, mereka ini, main dimana? Website jelas cocok u/ B2B, karena terkait dengan reputasi, kredibilitas, dan portofolio. Sam Faizal mainnya kurang jauh deh kayaknya, ada tuh B2C yang main pakai website, generate traffic dari media sosial, transaksinya dibawa ke website, atau marketplace, pakai pixel, pakai script, dll, dsb, dst. Yak, memang ada Bambang, tapi yang model begitu, nggak perlu baca tulisan ini, udah para mastah dan mastih yang sarungan dapat penghasilan itu. Saya bicara 56 juta UKM yang pengen tumbuh, tapi nggak tau caranya. InsyaAllah kliennya iMARKS ada di lebih dari 10 propinsi di Indonesia, kurang lebih sepertiga cakupan dari bangsa ini, dan ketahuilah, kesenjangan Jawa dan Luar Jawa masih ada, kota kota yang bahkan belum kenal Instagram itu masih nyata, apalagi tiktok, duh, ayoh ayoh ayoh, bahas yang implementatif aja, agar semua bisa praktek segera.
.
Buat
Adalah fase awal yang jadi pondasi. Pilih dan buat aset digital sesuai dengan segmen market yang disasar. Website u/ resto misalnya, sebaiknya ditujukan u/ pajang investasi dan kemitraan, cabang, dan lowongan kerja, bukan untuk jualan produknya. Kalau mau jualan, gunakan media sosial. Generasi lebih senior familiar di FB, yang sedang muda edar di Instagram, yang remaja dan dibawahnya lagi bergentayangan di TikTok. Sesuaikan dengan segmen market, dan kemampuan u/ mengelola lebih lanjut. Simpan username, password, dan detail lain secara rapi dan terpusat. Teramat banyak kekonyolan karena lupa password dan nomor HP yang terkait akun, sedangkan nomornya sudah hangus. Pernah ngalami?
.
Kelola
Ini semacam rumah sudah dibuat, ya dicat, dihias hias, diberi perabot dan furniture, lampu dan aktifitas sehingga orang lewat dapat tahu dengan mudah, bahwa \”rumah\” itu berpenghuni, dan ada kehidupan di dalamnya. Misal di instagram, bikin konten feed secara rutin, dengan konsep yang jelas, konten yang kreatif, sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Manfaatkan IG stories untuk berinteraksi, membuat pertanyaan dan diskusi, menggelar giveaway, dan me repost konsumen yang melakukan tagging. Layaknya rumah, dirawat, dibersihkan, disapu, di pel, agar nyaman yang berkunjung. Berikan sambutan dan ajak obrol siapa yang bertamu, jangan dianggurin, meskipun itu anggur impor tanpa biji. Sam, Kami paham mengenai hal ini, tapi biasanya nggak punya kompetensi atau nggak telaten dan nggak sempat. Duhkah, kemana saja, gunakan jasa admin media sosial. Mahal? Kata siapa? Sok tahu! Kontaklah iMARKS, semua kliennya iMARKS auto dapat layanan admin media sosial lho, pokoknya tenang lahir batin.
.
Optimasi
Next level nih, udah dirawat, lanjut ke optimasi. Kalau di Instagram, followers nambah gak? Profile visit naik nggak? Engagements rate beranjak gak? Atau, nggak paham itu semua? Nggak apa-apa, banyak temannya kok. Inilah indahnya di Indonesia, sukses itu gampang banget. Asal sedikit lebih rajin, sedikit lebih tekun, insyaAllah suksesnya mudah. Ingat, sedikit aja, jangan banyak-banyak, karena kalau kebanyakan, malah dibilang sok tahu dan somse. Website nya di adword nggak? Media sosialnya jalan ads nggak? Gandeng influencer dan media partner nggak? Kolaborasi dengan konten kreator nggak? Duhkah apalagi itu, awalnya ngira media sosial mainan anak-anak ya? Jangan salah, beberapa pemain bisnis kuliner bahkan menempatkan aset digital sebagai pilar utama penggerak mesin revenue nya, dan dikelola sangat serius. Kalau nggak bisa? Kan udah dibilang tadi, iMARKS saja sudah, buat bisnis kok coba-coba 😇😇
.
Bottomline, target, growth
Adalah 3 kata kunci yang perlu diamati dalam pembahasan aset digital. Ada yang menyebutnya metrics. Bottomline atau baseline, adalah angka awal, ketika aset digital belum diapa-apakan. Kalau baru bikin, ya jelas bottomline nya di angka nol semua. Target, adalah, angka capaian yang ingin diraih dalam periode yang disepakati, misalnya dalam sebulan. Nah, growth adalah selisih yang perlu dipenuhi dari bottomline menuju target. Item variabelnya, bisa macam-macam, mulai dari followers, like, komen, share, subscribe, visitors, profile visit, DM, banyak lah, sesuai dengan karakter aset digital yang digunakan. Pssst, ini nggak ngasal loh, klien iMARKS ngebahas ini dalam annual meetingnya, dan menentukan angka angka capaian yang mau diraih per bulannya, hingga akhir tahun. Sedaaap, aset digital bukan cuman main mainan ya, apalagi adminnya owner sendiri, yang posting sesempatnya, yang diposting seadanya, dengan level respon yang alakadarnya, tanpa pengukuran pula, apa yang diharapkan? Keajaiban?
.
Akhirnya, eksistensi dibatasi oleh kapasitas sumber daya yang kita miliki, yakni 4 elemen inti : Waktu, Pikiran, Tenaga, Biaya. Kalau sumberdayanya tak terbatas, unlimited tuan ala anak sultan, hajar bleh, website bikin, semua media sosial bikin akunnya dan jalankan permainannya. Tapi yang mepet dan tipis sumberdaya, pilih prime digital asset, yang paling jitu menjangkau konsumennya. Pakai IG saja, atau bahkan pakai WA saja, selama itu berhasil dan bertumbuh, maka itu benar! Ini bukan kontes gaya gayaan, tapi kontes hasil dan pertumbuhan. Karena kalau kue marketnya nggak dilahap sama perusahaan kita, tenang aja, kompetitor nggak perlu izin untuk merebutnya, dan kita nggak perlu ikut latihan ekspresi dan teater untuk sekedar baper dan bergumam lirih dalam hati : usahaku kok begini-begini saja ya? Drama!