Lokasinya di salah satu klien di luar Jawa. Laperpreneur yang rutin sebulan sekali dikunjungi oleh iMARKS untuk sesi pendampingan. Ceritanya bikin menu baru, sebuah menu yang akan dijadikan andalan, dalam menarik minat konsumen agar penasaran dan kepengen merasakan.
.
Merilis menu baru memang menjadi salah satu cara untuk menyalakan kembali bara api minat konsumen yang mulai melandai. Mayoritas klien iMARKS melakukannya, ada yang tiap 2 bulanan, ada yang 3 bulanan, bervariasi, sesuai dengan karakter konsumen dan model bisnis yang dijalankan.
.
Menu baru adalah “reason”, yang jika dirancang campaign nya, diproduksi kontennya, dan dijalankan aktivasinya, mampu menjadi faktor penentu pengambilan keputusan konsumen untuk berbelanja ke tempat kita, atau ke tempat kompetitor. Menu tentu erat kaitannya dengan trend. Momentum adalah pembedanya, apakah saat melaunching menu, kita tergolong sebagai trend-setters, atau justru sebagai followers.
.
Situasi menjadi menarik, saat klien iMARKS ini hadir sebagai followers. Menu yang dirilis bukanlah menu yang benar-benar baru, namun merupakan menu yang memang sedang jadi trend. Rencananya memang dalam rangka riding-the-wave, membuat produk penetrasi yang mudah difahami. Potensi permasalahan yang dapat langsung ditangkap saat itu, adalah penentuan harga produk. Saya tanya, berapa harga produknya? Dijawab dengan cepat, lalu Saya tanya lagi, apa dasarnya menentukan harga segitu? Dijawab cepat lagi : karena kompetitor menentukan harga jual mereka juga segitu.
.
Cleguk, sebuah cara berpikir yang tipikal. Nggak tau siapa yang ngajari, namun di lapangan, mudah dan banyak kita temukan bahwa dalam menentukan harga, laperpreneur tidak menghitung HPP dan menentukan berapa margin yang mau dipetik. Dasar yang dipakai dalam menentukan harga adalah berapa harga yang digunakan oleh kompetitor.
.
Apa resikonya? Tentu saja, menjalankan usaha yang tidak jelas tingkat keuntungannya, bahkan mengarah pada perang harga. Sebelah pajang harga berapa? Kita nekat pasang harga di bawahnya, dengan asumsi bahwa semakin rendah harga, semakin besar kesempatan memenangkan persaingan, yakin?
.
Hla, kalau harganya tidak mengacu pada kompetitor, mengacu pada apa dong? Gini lho, harga mengacu pada kompetitor, boleh boleh saja, pertanyaannya, itu kompetitornya, dalam mode untung nggak dalam berjualan? Jangan-jangan menjualnya dalam mode rugi, atau yang lebih ironis lagi, sebenarnya rugi tapi nggak nyadar, dan kemudian kita ikuti, duh, ngajak susah dong jadinya?
.
Makanya, kembalilah ke jalan yang benar, hitung betul berapa HPP nya, kemudian tentukan tingkat keuntungan yang ingin diperoleh, agar usaha yang dilakukan memberikan kemanfaatan yang sepadan pada konsumen dan memberikan keuntungan yang menumbuhkan bagi penjualnya. Kembali semangat untuk melaunching menu barunya, okey, kita kipasin pakai promo apa nih?
.
Salam Pertumbuhan
Faizal Alfa
PT Fortuna iMARKS Trans
Marketing Development Partner