Saya diajak berjalan keliling sebuah bangunan yang sedang dalam proses pembangunan, waktunya pada Maret 2021, lokasinya di Kediri. Saya diajak jalan bareng oleh Pak Ghufron, yang kemudian Saya sapa dengan panggilan Babeh. Kelak kemudian, bangunan itu dikenal dengan nama : Amaze Hotel & Resto Tempat Bercakap Kopi Kediri.

Kopinya unik dan enak, dengan jenis produk es kopi susu gula aren, namanya Es Kopi Sultan.

Produk ini sejak Resto Tempat Bercakap Kopi Kediri dibuka, sampai hari ini saat tulisan dibuat, merupakan produk best seller untuk kategori minuman. Sebuah kondisi studi kasus yang menarik, mengingat untuk kategori minuman es kopi susu, harga per satu kemasan ukuran 330ml, sudah nembus di angka 40rb lebih, bukan golongan kopi buat kaum mendang-mending yang anggaran ngopinya ngirit.

Ada sejarah yang melekat pada kisah Es Kopi Sultan ini, karena Saya tahu betul dan terlibat erat dalam proses perjalanannya. Saat itu Saya terlibat meeting awal dan proses pra pembukaan, dan saat bab membahas perkara menu, Saya belum banyak urun ide, lebih banyak wait, see, and listen, pemaparan dari para pihak yang memang sudah jago dan pro urusan ini, kawan-kawan yang berasal dari Bogor.

Ada di satu titik kemudian, bahwa dalam penataan dan visualisasi buku menu, Saya dan team kebagian untuk menjelaskan dan memaparkan.

Konsep tentang best-seller, benar-benar Saya jadikan titik berat, karena sedari awal Saya memang mencoba menata, bagaimana di tempat ini, best-seller itu terjadi by design, bukan by accident. Maksudnya bagaimana? Saya melihat bahwa diantara banyaknya menu yang ada, semua posisinya sama dan setara sebelum mulai dijual, karena penjualan pasti masih \”0\”, lha memang tempatnya kan belum buka dan belum jualan.

Maka bagaimana jika best seller ini di setting? Karena pada faktanya, apa Kita pernah membaca buku menu? Kalau ada yang bilang pernah, susah dipercaya sih, siapa juga yang membaca buku menu? Adanya, yang kita lakukan adalah men scan buku menu, sekilas, sepintas, selintas.

Perilaku ini yang perlu Kita intervensi. Maka, Saya cek beberapa buku menu di brand-brand yang punya punya banyak cabang di banyak negara, ternyata memang yang namanya best seller ini, tidak terjadi murni, namun mayoritas karena dipersuasi dan diarahkan dengan sistematis.

Bagaimana caranya? Ternyata sederhana. Tata letak, ukuran, dan simbolisasi, memiliki peran penting dalam operasi rahasia ini.

Kalau Kita ingin sebuah menu best seller, maka, diantara menu sejenis, menu yang Kita mau best sellerkan, beri ukuran foto lebih besar, posisikan lebih awal, dan beri atribut atau stempel : \”best-seller\”. Stempel ini bisa bermacam-macam, ada yang menggunakan istilah \”best-seller\”, ada yang \”recommended\”, atau menggunakan istilah \”best-choice\”.

Ini pembahasan yang menarik, karena menimbulkan ilusi seolah memilih, padahal nyatanya Kita diarahkan.

Wajar jika kemudian Es Kopi Sultan yang Kita bahas di awal tadi, menjadi best seller, karena Kami foto dengan besar, ditempatkan di bagian awal buku menu, diberi label best seller, dan wajib ditawarkan oleh kasir saat konsumen melakukan pemesanan.

Apa cuman gitu doang, sudah bisa mem best sellerkan sebuah produk?

Enggak juga sih, karena meskipun Saya orang marketing, kalau urusan menjual, intisarinya tetap di produk. Apakah produknya berkualitas? Apa produknya memenuhi kebutuhan dan atau menjadi solusi atas permasalahan? Apakah produknya dapat ditebus dengan harga yang sepadan?

Anak jaman sekarang menyebutnya : worth-it.

Wah, jadi perlu dan kudu memahami cara berpikir konsumen juga nih.

Faizal Alfa
PT Fortuna iMARKS Trans
Konsultan Marketing
www.imarks.co.id
www.instagram.com/imarks.id

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X
Subscribe to get 15% discount