Dalam banyak diskusi dengan para pemilik bisnis, satu hal yang sangat sering dijadikan bahan diskusi adalah : ide. Faktanya, para pemilik bisnis merasa perlu ada opini pembanding atas ide yang muncul dalam benak mereka. Jika didiskusikan dengan team, biasanya feedbacknya akan ketebak, diiyakan dan didukung sama team, entah karena sungkan, atau karena biar cepet pembahasan dan tidak ditanyai macem-macem.

Pernah Saya bahas dalam video Youtube Saya di channel Pecah Telur, bahwa ada analogi mata lebah dan mata lalat. Kalau owner itu umumnya tipikal mata lebah, serba sari bunga, serba madu, dengan semua ide adalah potensi dan peluang, umumnya owner optimismenya tinggi, sing penting yakin. Sementara, sebagai penyeimbang, kawan diskusi, cocok kalau mengambil posisi sebagai mata lalat. Apa yang dilihat adalah sisi antisipasi, aspek risiko, dan apa titik lemah dari ide yang diajukan.

Semua yang dipikirkan, ada dalam lintasan ide, pada dasarnya adalah asumsi. Namanya asumsi, bisa benar dan bisa salah. Bagaimana tahunya itu benar apa salah? Tentu saja, hanya ada satu cara membuktikannya, yakni dilakukan dan diujikan.

Membuat bisnis baru, membuat produk baru, membuat paket baru, adalah kenikmatan yang sering menggoda dan mengusik ketenangan pikiran owner. Apalagi jika bertemu dengan tipikal owner yang \”mudah terangsang\”. Habis ketemu siapa, habis dibilangin apa, habis nonton video youtube mana, habis kunjungan atau studi banding kemana, langsung reaksi dan terangsang.

Langsung menghitung omzetnya, langsung membayangkan profitnya, langsung resah gelisah, merasa Dia juga bisa, dan pengennya segera dan seketika, melakukan hal yang sama, menghasilkan hal yang sama, atau bahkan merasa dapat menghasilkan lebih.

Biasanya Saya ajak untuk diskusi lebih konkret. Saya ajak untuk menuangkan silang sengkarut dan gelayut dalam pikiran owner itu ke dalam wadah model bisnis yang utuh dan lengkap. Ini simpel tapi penting, agar asumsi liar ini dijinakkan dalam hal yang konkret dan spesifik, taktis daj sistematis. Kenapa begitu? Karena kalau mengikuti pemikiran antusias tersebut, tanpa breakdown yang jelas, satu hal yang pasti menanti, adalah Saya mumet, dan team pelaksana juga mumet, otomatis akan mumet berjamaah.

Saya akan ajak owner berpikir, validasi seperti apa yang akan Kita coba wujudkan, terutama dalam hal ambang besaran risiko yang bersedia ditanggung, secara waktu, pikiran, tenaga, dan biaya untuk mewujudkan validasi yang dimaksud. Istilah Saya, ongkos ikhlas kehilangan yang bersedia ditanggung, sebesar berapa?

Kenapa begitu? Karena melakukan validasi atas sebuah asumsi, itu mencari pembuktian konkret, apakah sebuah asumsi itu benar apa salah. Jadi hasil akhirnya, bisa benar, seringnya salah. Maka jika benar, Kita lanjut dan perbesar dosisnya, sedangkan kalau salah, ya nyadar dan ikhlas, serta enteng aja kalau ditanya, habis melakukan validasi, hasilnya dapat apa? Dijawab : dapat hikmahnya.

Melakukan validasi atas asumsi, pada prinsipnya adalah upaya untuk menebus dan membayar ongkos rasa penasaran. Ternyata untuk menebus rasa penasaran, ada ongkosnya. Kalau ternyata berhasil, ya alhamdulillah, Kita bisa dapat peluang untuk panen uang ke depan. Kalau ternyata gagal, ya sudah, minimal penasaran reda dan sudah lega. Memangnya para owner ini sifatnya banyak maunya, banyak inginnya, dan pemikirannya liar kemana-mana? Nggak usah kaget, memang itu sudah tugasnya owner, pinter-pinter aja Kita menata dan mencari celah.

Bagaimana caranya?

PT Fortuna iMARKS Trans
www.instagram.com/imarks.id
www.imarks.co.id

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

X
Subscribe to get 15% discount